Selasa, 23 Oktober 2018

STUDI LAPANG SBB Latemmamala Angkt.IV.

.
#SBB_Latemmamala_Soppeng
#Study Lapang Angkatan_IV


Peserta Workshop SBB Latemmamala Soppeng Angkt.IV Thn.2018. mengadakan Kegiatan Study Lapang di dua tempat yaitu di Forth Rotterdam Makassar dan Makam Aru Palakka yg dpimpin lgsung oleh Kepsek Bpk.Dr.Karim, M.Pd bersama Team Fasilitator.



Sebelum turun ke Lapangan, team study lapang menyambangngi Sekretariat Perwakilan DPD di Makassar dan disambut hangat oleh Ketua Yayasan Sulapa EppaE Bpk.Jamal Andi,S.Sos., M.Si selaku yayasan pelopor dari Sekolah Budaya Bugis Sulawesi Selatan di bawah Binaan dan Pimpinan yaitu Senator Bpk.Dr.H.Ajiep Padindang, SE.,MM selaku Ketua Komite IV. DPD.RI dan Tokoh Budaya Bugis memberikan Kuliah Umum dan Catatan penting terhadap psrta Study Lapang bhwa Gerakan Pemajuan Budaya Bugis dan Budaya Sulawesi Selatan, itu meliputi
• Bahasa dan Sastra Bugis.
• Filsafat Bugis
• Peradaban Bugis (Ade' Pangadereng)
• Tradisi Masyarakat Bugis
• Sejarah Bugis.




Semoga dengan gerakan kegiatan ini, bisa terus menerus didorong dan dikembangkan oleh yayasan Sulapa Eppa'e dengan menjalin kerja sama dengan pemerintah Daerah khususnya Dinas Pendidikan sehingga gerakan pemajuan Budaya di Sulawesi Selatan bisa terakseletasi dengan baik dan terbinanya Budaya Lokal untuk Pemajuan Budaya Indonesia.

SEKILAS TENTANG
Arung Palakka (lahir di Lamatta, Mario-ri WawoSoppeng15 September 1634 – meninggal di Bontoala6 April 1696 pada umur 61 tahun[1]) adalah Sultan Bone yang menjabat pada tahun 1672-1696. Saat masih berkedudukan sebagai pangeran, ia memimpin kerajaannya meraih kemerdekaan dari Kesultanan Gowa pada tahun 1666. Ia bekerja sama dengan Belanda saat merebut Makassar. Palakka pula yang menjadikan suku Bugis sebagai kekuatan maritim besar yang bekerja sama dengan Belanda dan mendominasi kawasan tersebut selama hampir seabad lamanya.[1]
La Tenritatta Arung Palakka
Daeng Serang
Malampe-E Gemme’na
Arung Palakka - The conquest of Macassar.png
Sultan Bone ke-15
Berkuasa1672–1969
Penobatan3 November 1672
PendahuluLa Tenriaji
PenggantiLa Patau Matanna Tikka
Lahir15 September 1634
Wafat6 April 1696 (umur 61)
AyahLa Pottobune'(Arung Tana Tengnga)
IbuWe Tenri Suwi
PasanganSira Daeng Talele Karaeng Ballajawa (m. 1668; c. 1671)
We Tan-ri Pau Adda Sange Datu-ri Watu (m. 1673)
Daeng Marannu (m. 1684)
Arung Palakka bergelar La Tan-ri Tatta To' Urong To-ri Sompi Patta Malampei Gammana Daeng Serang To' Appatunru Paduka Sri Sultan Sa'ad ud-din, mengacu pada ejaan huruf lontara. Adapun pelafalan yang tepat adalah La Tenritatta To Unru To-ri SompaE Petta MalampeE Gemme'na Daeng Serang To' Appatunru Paduka Sultan Sa'adduddin.[2]
_____________________

Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang(Jum Pandang) adalah sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota MakassarSulawesi Selatan.
Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan.
Nama asli benteng ini adalah Benteng Ujung Pandang, biasa juga orang Gowa-Makassar menyebut benteng ini dengan sebutan Benteng Panyyua yang merupakan markas pasukan katak Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa-Tallo akhirnya menandatangani perjanjian Bungayya yang salah satu pasalnya mewajibkan Kerajaan Gowa untuk menyerahkan benteng ini kepada Belanda. Pada saat Belanda menempati benteng ini, nama Benteng Ujung Pandang diubah menjadi Fort Rotterdam. Cornelis Speelman sengaja memilih nama Fort Rotterdam untuk mengenang daerah kelahirannya di Belanda. Benteng ini kemudian digunakan oleh Belanda sebagai pusat penampungan rempah-rempah di Indonesia bagian timur.
Di kompleks Benteng Ujung Pandang kini terdapat Museum La Galigo yang di dalamnya terdapat banyak referensi mengenai sejarah kebesaran Makassar (Gowa-Tallo) dan daerah-daerah lainnya yang ada di Sulawesi Selatan. Sebagian besar gedung benteng ini masih utuh dan menjadi salah satu objek wisata di Kota Makassar.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih atas kunjungan anda

Kerahkan aparat Kec. Citta bersihkan lumpur di SDN.94 Kampiri.

Pasca-banjir yang menerjang puluhan rumah warga dan Fasilitas umum lainnya di Desa Kampiri Kecamatan Citta Kabupaten Soppeng. Aparat ...