Dalam hal ini, aksi hal yang digalakkan teman-teman Guru Pecinta Alam (Gurila), kembali menggelar Bakti Sosial Religi yang ke-3 dengan membagikan Sembako kepada keluarga yang serba kekurangan di Bulan Suci Ramadhan. Kali ini, sasaran jangkauan pembagian sembako diperluas kebeberapa Kecamatan yang ada di Kab.Soppeng meliputi; yaitu Citta, Ganra, Liliriaja, Lilirilau, Lalabata, Marioriawa.
Untuk menyasar kebeberapa titik pembagian sembako, teman-teman Gurila membagi tim cakupan wilayah agar sembako yang akan dibagi selesai sebelum buka puasa. Selesai dibagi, para team kembali bersama-sama pada titik kumpul di Kecamatan Lilirilau tepatnya di Tetewatu untuk buka puasa berasama.
Dengan pemberian sembako ini, Gurila berharap warga mendapatkan kebahagiaan dan dapat fokus untuk lebih meningkatkan keimanan dan ketaqwaan. Dan kami juga berharap doa dari masyarakat untuk Gurila agar lebih maju, terus tumbuh dan dapat berkontribusi dalam hal pendidikan dengan baik. Dan tentu saja untuk masyarakat agar selalu diberi kesehatan, keselamatan dan perlindungan dari Allah SWT.
Pembagian sembako di lokasi juga disambut antusias oleh warga yang kurang mampu setempat. Mereka mengharapkan kegiatan ini dilakukan juga pada Ramadhan berikutnya.
By. Andi Rahmayuddin,S.Pd
Namanya Ibu Harisah, umur berkisar 47 tahun, sedikit menyandang cacat fisik yg bermata pencaharian tdk jelas/tdk menentu hanya mengandalkan buah pohon kelapa yg jatuh trbilang tidak banyak di Kebunnya utk dijualnya di Pasar. Dalam kesehariannya dia tetap tegar dan semangat utk memghidupi kedua putranya, anak pertamanya ini juga mengalami kelainan jiwa yg kesehariannya diikat di rumah, kondisi rumahnya pun sangat memprihatinkan.
"Saya ikat anakku ini di rumah krn sy tdk sanggup utk selalu mengawasi kemana-mana disamping fisik sy juga tdk mumpuni, juga sy harus pergi cari tambahan biaya utk kebutuhan makan sehari-hari, dan terkadang sy menerima uluran dan belas kasihan dri orang-orang yg baik hati!" ujar ibu Harisah kpd saya. Anak keduanya saat ini sudah duduk dibangku kelas 2 di SD, terlontar ucapan syukur dri ibu Harisah berkata Alhamdulillah untungnya sistem pendidikan di Soppeng saat ini bebas pungutan biaya dan digratiskan dan sering mendapatkan dana bantuan kurang mampu serta seragam sekolah yg diberikan oleh pihak sekolah. Suaminya yg sekarang sdh bertahun tahun berada di rantau org pergi mencari nafkah buat kedua anaknya ini namun jika menngirim uang belanja tiap bulannya hanya sekian ratus ribu dan itupun tdk rutin dapat kiriman dri suaminya krn konon katanya pkerjaan sang suami disana juga tdk menentu.
Seorang janda yang tidak bermata pencaharian, juga mengidap gangguan jiwa tinggal di Addangengnge Desa Tinco, Kecamatan Citta, Kabupaten Soppeng, tinggal bersama dengan seorang anaknya selama bertahun-tahun. Ibu yang bernama SAMMA itu berdiam di rumah yang sudah tidak layak huni dan rawan roboh. Wanita bernama Samma, dan oleh tetangganya dipanggil Wak Samma. Usianya yang kini sudah berkisaran 50an tahun lebih, masih harus berjuang keras dalam garis kemiskinan untuk menghidupi diri dan anaknya yang saat ini duduk di bangku kelas IV SD.
Kondisi tempat tinggalnya saat ini boleh dikata sangat memprihatinkan jauh dari kata layak, dinding rumahnya terbuat dari papan yang mulai melapuk dan satu persatu terlepas dari pegatan pakunya, begitu juga dengan atap rumahnya sudah bocor. Untuk hidup, Wak Semma hidup dari bantuan tetangga, dan untuk masak saja ia mengandalkan pembagian Raskin dari Pemerintah setempat itupun kalau cukup sampai pada pembagian berikutnya. Tak banyak informasi yang didapat tentang ibu Samma dan anaknya ini, karena dia mengalami gangguan jiwa. Dari keterangan saudara Muh.Nur (Guru SD di Tanete) diperoleh informasi, bahwa semenjak suaminya meninggal dunia keadaannya sangat terpuruk sekali, baik dari sisi penghidupannya maupun dari kejiwaannya. Aktivitas kesehariannya hanya mengandalkan upah kerja jika ada orang yang membawannya pergi bekerja (panen jagung, nyemprot, dll) itupun jarang kalau ada.
Kehidupan ibu Hajerah, wanita janda tua ini hidup sebatang kara, sungguh memprihatinkan. Dalam usianya yang sudah terbilang tua, ibu Hajerah tersebut terpaksa tinggal di gubuk yang jauh dari kata bagus, ibu ini tinggal di Dusun Maruala KecceE Desa Kampiri Kec.Citta Kab.Soppeng. Tak ada yang istimewah di gubuk milik ibu ini, apalagi tidak ada aliran listrik yang menerangi gubuknya. Sejak suaminya meninggal dunia beberapa tahun lalu, ibu ini hidup seorang diri. Sumber penghidupannya pun jauh berubah dan sangat memprihatinkan. Saat ini, ibu Hajerah hanya mengharapkan belas kasihan dari warga sekitar. Untuk memasak nasi dan menyalakan api di tungku dapurnya, ia harus bersusah payah. Selama ini, saya hidup dari banyak warga yang kasihan kepada saya. Mereka datang bergantian membawa makanan apa saja kata ibu Hajerah. Ketika persediaan berasnya (Raskin) makanan di gubuknya habis dan tidak ada bantuan dari warga, ia pun menulusuri setiap warga yang ingin membawa dia bekerja untuk mendapatkan upahan yang nantinya akan dipakai untuk beli beras. Begitu dan seterusnya.